Sudah terapi bertahun tahun kok sepertinya belum ada hasil??
Sudah terapi di beberapa RS dengan dokter terbaik tapi hasilnya tidak sesuai yang diharapkan,
Selain terapi RS juga sudah pengobatan alternatif tapi hasilnya begitu begitu saja?
Ini adalah satu dari banyak kasus yang terjadi pada anak anak berkebutuhan khusus yang mendapatkan penanganan terapi profesional maupun alternatif. Beberapa tidak menunjukkan hasil yang diharapkan, mengapa demikian??
Hal ini bisa terjadi karena penanganan yang dilakukan belum maksimal. Maksimal di sini bukan berarti penanganan di rumah sakit yang belum maksimal, namun lebih kepada peran serta orang tua dalam proses terapi yang belum maksimal. Terkadang orang tua dari anak berkebutuhan khusus merasa cukup dengan terapi yang sudah dilakukan terapis namun sebenarnya itu adalah bagian kecil dari proses terapi.
Lalu apa bagian besarnya?? Bagian besar dari proses terapi adalah pada peran orang tua, keluarga dan orang-orang terdekat dari anak berkebutuhan khusus. Bila kita simulasi dari durasi penanganan terapi di rs atau tempat terapi waktu yang digunakan adalah sebagai berikut, biasanya terapi dilakukan dalam 45 – 60 menit dalam satu kali pertemuan, dan terapi dilakukan 2x seminggu jadi terapi dilakukan oleh profesional adalah sekitar 1,5 – 2 jam dalam satu minggu. Kemudian anak akan menunggu giliran untuk masuk ke dalam ruangan terapi, jelas mereka anak anak yang lebih cepat bosan dari anak pada umumnya, ketika terlalu lama maka anak anak berkebutuhan khusus akan berkegiatan yang menguras tenaga ketika waktu menunggu, berlarian atau kerap tantrum karena bosan.
kemudian dalam proses terapi apakah waktu 45 –60 menit benar benar dipakai untuk terapi? Jelas tidak, bahkan mungkin waktu yang dipakai untuk benar benar dalam proses belajar hanya 10 –15 menit. Untuk tetap bisa belajar maka anak harus kembali tenang dan fokus mendengarkan instruksi, masing masing anak akan berbeda dalam waktu yang di butuhkan untuk kembali tenang dan fokus. Lainnya anak biasanya teralihkan dengan suasana di tempat terapi, adaptasi dengan terapis atau anak akan teralihkan perhatian dengan alat peraga yang ada disekitarnya. Dan juga kondisi terapis yang mungkin sudah mulai kelelahan juga merupakan faktor penting bisa berjalan dengan baik atau tidaknya proses terapi. Lalu bagaimana dengan sisa waktu yang ada?
Anak anak berkebutuhan khusus berinteraksi dengan ibu atau orang orang yang terdekat di rumah adalah 7 x 24 jam, jadi bila kebersamaan yang lebih banyak dari terapis bisa digunakan semaksimal mungkin untuk kegiatan terapi mandiri di rumah dimugkinan akan mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
Jadi pertanyaannya apakah lantas terapi di rs atau pusat terapi itu tidak diperlukan?? Jawabanya tentu diperlukan. Terapi di rs atau di pusat terapi bisa digunakan orang tua sebagai pusat pelatihan dan belajar juga untuk orang tua sebagai modal awal terapi di rumah. Misal dalam terapi okupasi di rs atau di pusat terapi anak diajarkan untuk fokus melakukan kegiatan menggunakan tangan mereka, memasukan donat plastik secara teratur sesuai urutan, atau memilah bentuk yang sama untuk dimasukkan ke suatu tempat hal ini bertujuan agar anak menjadi lebih fokus terhadap yang dia kerjakan.
Lalu bagaimana dengan terapi yang bisa dilakukan di rumah?
Ajak anak melakukan kegiatan yang real bersama ibu di rumah. Sebagai contoh ketika memasak libatkan anak dalam memotong kacang panjang menjadi kecil kecil dengan tangan, menaruhnya di wadah dan meletakkannya di meja. Maka dengan melakukan hal tersebut anak sudah mendapatkan 3 point terapi mandiri tanpa anak merasa orang tua sedang melakukan terapi mandiri. Dan banyak lagi kegiatan anak yang bisa dilakukan di rumah bersama ibu atau ayah sebagai media terapi mandiri. Terapi seperti ini disebut sebagai terapi autisme Applied Behavior Analysis (ABA) bertujuan meningkatkan atau mengembangkan perilaku positif pada anak dan mengajarkan keahlian baru kepadanya.
Terapi bicara bisa dilakukan untuk anak anak yang memiliki keterlambatan bicara, terapi dirumah bisa dilakukan dengan pengenalan objek yang terdekat dengan anak. Pengenalan objek, tindakan dan prilaku merupakan terapi bahasa yang pertama dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan pelafalan objek tersebut secara benar. Kata-kata yang di ulang-ulang merupakan terapi bicara sehingga anak pun terbiasa mendengar dan kemudian dapat mengucapkan sendiri.
Namun apakah semudah itu dilakukan??? Jawabannya tentu tidak selalu
Bagaimana mungkin terapi mandiri dapat dilakukan apabila orang tua belum bisa menerima dengan sepenuh hati bahwa anak kita adalah anak istimewa yang berbeda dengan anak pada umumnya. Keadaan gaduh, kebisingan, rumah yang selalu berantakan pasti sangat menguras energi dan emosi orang tua apalagi harus berhadapan dengan anak sepanjang hari. Belum lagi pendapat toxic dari lingkungan keluarga dan masyarakat tentang kenapa dan mengapa bisa mempunyai anak dengan sindrom autisme. Atau mungkin yang lebih parah ke tidak terimaan pasangan tentang anak yang dilahirkan berbeda dengan anak anak lain pada umumnya. Jelas ini juga sangat berpengaruh terhadap bagaimana ibu atau orang tua menjadikan terapi ini menjadi berhasil.
Perlu disadari bahwa autisme tidak bisa disembuhkan namun bisa diarahkan menjadi lebih baik. Ibu dan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus harus dapat berdamai dengan dirinya sendiri dan mengikhlaskan bahwa ini adalah kehendak dari Tuhan. Tidak merasa rendah diri dilingkungan masyarakat atau menutupi dari dunia sosial bahwa kita memiliki anak berkebutuhan khusus. Dengan lebih terbuka dan menerima yang ada pada diri kita maka akan lebih mudah untuk dijalani dan bahkan akan menimbulkan empati dari lingkungan dalam bentuk support dan penguatan.
Lalu bagaimana dengan si ibu??
Keadaan emosi ibu yang stabil akan membuat anak pun tenang dalam meng addop semua yang dilihat dan didengar. Stres psikologis yang dialami ibu akan memengaruhi tanggung jawab ibu dalam mengasuh anaknya, karena parenting stress akan menimbulkan masalah pada tumbuh kembang anak. Emosi yang tidak stabil ini sering mengakibatkan anak tantrum atau mengamuk.
Keadaan stress, depresi yang berkelanjutan, kesepian dan hilangnya kebebasan diri menyebabkan pola asuh menjadi kacau.
Bagaimana mungkin ibu bisa dengan baik mengurus anak bila dirinya sendiri tidak terurus dengan baik??,
Bagaimana mungkin ibu bisa menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan bila hati ibu tidak bahagia??.
Bagaimana ibu bisa mencapai cita cita menjadikan anak lebih baik sementara mimpi dan cita cita ibu terhenti??
Dari ini semua maka untuk mencapai tujuan yang baik bagi tumbuh kembang anak maka ibu harus dapat mengelola stres dengan benar. Ibu yang stres dengan keadaan yang dialami dalam rumah, kebisingan, kelelahan, kecewa dan kesendirian menyebabkan sulit mengontrol emosi. Hal ini menyebabkan ibu akan lebih cepat marah, cepat menangis, memukul, membentak anak atau lebih parah lagi menyakiti diri sendiri. Ini adalah hal yang harus benar benar dihindari.
Ibu perlu tahu mengenai coping stress (mengendalikan stres) atau proses dalam mengatur atau mengatasi tekanan secara internal maupun eksternal, yang dianggap membebani batas kemampuan dari individu
Maka apa yang harus dilakukan?
Ibu tidak boleh merasa sendiri, dukungan hangat dari pasangan adalah hal yang terbaik dalam menciptakan suasana hati yang baik bagi ibu, saling bekerja sama dalam pengasuhan anak dan ayah harus ambil bagian dalam membagi tugas dalam rangka terapi mandiri di rumah.
Memilih circle pertemanan, ini bermaksud untuk memfilter mana pertemanan yang bersifat toxic hanya berkomentar mencela, tanpa memberikan solusi maka ini harus dijauhkan. Maka ibu harus bergabung dengan komunitas yang memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan anak, saling membantu dan saling menguatkan.
Berikan waktu pada diri sendiri (self healing). Dengan memberikan waktu untuk diri sendiri maka akan memberikan pemikiran positif pada diri sendiri bahwa hidup masih panjang. Masih banyak hal hal yang bermanfaat yang masih bisa dilakukan. Kita masih punya mimpi dan cita cita yang bisa dicapai dan memberikan kesempatan pada diri sendiri untuk tetap berkarya. Dengan keterbatasan waktu dan ruang akan membuahkan ide ide kreatif untuk tetap berkarya di rumah tanpa harus meninggalkan tanggung jawab terhadap anak anak istimewa ini. Dengan tersalurkannya keinginan, hobby dan ide kreatif akan menimbulkan rasa bahagia ibu sehingga ibu akan memberikan pola asuh terbaik untuk anak anak istimewa tersebut.
Jadi kesimpulanya, ibu sebagai pemegang kendali untuk segala kondisi anak normal atau terlebih lagi anak yang berkebutuhan khusus. Keterikatan batin anak dan ibu sangatlah kuat terlebih dengan anak istimewa. Kecemasan, kegalauan dan tidak terimaan atas yang terjadi dan atas diri anak akan mempengaruhi pola didik secara sigifikan. Lalu bagaimana cara agar kehidupan bisa stabil dan terapi bisa berjalan dengan baik, yaitu dengan menerima dengan sepenuh hati bahwa ini adalah kehendak dari yang maha pencipta, mereka yang dikaruniai anak istimewa adalah pasti seorang yang istimewa juga. Dorongan untuk membuktikan bahwa anak anak istimewa ini juga akan memberikan kebanggan untuk orang tua dikemudian hari. Dan terlebih lagi mereka adalah tiket yang membawa orang tua ke syurga. Aamiiin ya Rabbilalamin. Barakallahu fik